Sabtu, 07 Februari 2009

Hak dan Kewajiban Manusia

Hak dan Kewajiban Manusia

Kebebasan merupakan elemen penting dalam kehidupan manusia. Oleh kita, terkadang kebebasan dimaknai sebagai prilaku seenaknya. Lahirlah semangat kebebasan nilai dan individualisme dalam diri kita. Padahal, kebebasan melahirkan tanggungjawab yang mengandaikan adanya hak dan kewajiban manusia itu sendiri. Selama ini Hak Asasi Manusia (HAM) menjadi grand issue dan ideologi global yang dituntut, mengapa kita bersama tidak mempertanyakan kewajiban manusia. Pertanyaan itu diajukan, karena persoalan kewajiban manusia adalah problem filosofis yang harus dijawab dan disadari.



Kebebasan Manusia

Manusia dalam pandangan tertentu didefinisikan berdasarkan keterhubungannya dengan Tuhan. Dan dari kerangka pemikiran ini pula, manusia dipahami segi kewajiban dan haknya (S H Nasr,2003). .Manusia pada dasarnya dapat dipandang sebagai makhluk Tuhan, dan dilain pihak manusia merupakan hasil dari alamnya. Maksudnya, manusia sebagai individu yang kongkrit merupakan produk dari masyarakat beserta budaya yang ada di dalamnya. Memandang dunia secara utuh merupakan salah satu tugas manusia. Karena sebagaimana kaum muslimin ketahui bahwa manusia memiliki tanggung jawab sebagai khalifah di muka bumi (khalifah fil ardli). Sebagai khalifah, manusia berkewajiban memakmurkan bumi dengan cara memanfaatkan seluruh sumber daya alam bersama yang lainnya dalam prinsip kedamaian dan keadilan. Selain itu, manusia harus secara aktif mengaktualkan diri dalam rangka mengukuhkan eksistensi dirinya dan orang lain dengan cara bersilaturrahmi. Silaturrahmi inilah yang akan melahirkan kehidupan damai sebagaimana diajarkan Islam.

Pada segi lain, manusia dengan bebas mempunyai dan menetapkan suatu tujuan. Yang menjadi soal adalah bagaimana manusia menghayati eksistensinya dalam kebebasan dan bagaimana mengatasi paradoks yang dihayati manusia, agar ia mampu mencapai kebebasan eksistensi sebagai pribadi. Karena bagaimanapun kita diberikan kekuatan oleh Allah SWT untuk berkehendak dan berusaha (ikhtiar), namun di sisi lain, kita memiliki keterbatasan yang karenanya kita harus bertawakal.

Menurut Islam, manusia diberikan kebebasan menentukan pilihan hidup untuk kembali kepada eksistensi yang alamiah (pra-manusiawi), atau mengembangkan diri hingga mencapai eksistensi dirinya yang lebih manusiawi. Pilihan pertama berarti memperturutkan hawa nafsunya, sementara pilihan kedua berarti mengikuti hati nurani. Bagi agamawan, agama diturunkan untuk membimbing manusia agar sesuai dengan fitrahnya sebagai makhluk primordial yang sakral. Manusia dalam mengembangkan potensi nalar, nurani dan keimanannya menjadikan dirinya menjadi manusia seutuhnya (insan kamil). Karena itu, apabila sebagai manusia kita hanya memperturutkan nafsu ekonomi semata, lantas apa bedanya manusia dengan binatang.

Apabila berbicara asal muasalnya, manusia tentu lebih rendah derajatnya dari malaikat dan setan. Akan tetapi karena akalnyalah yang menyebabkan manusia memiliki kreatifitas sehingga berkembang sebagaimana perkembangan peradaban dewasa ini. Kembali kepada eksistensi pra-manusia (binatang), akan menyebabkan manusia mengalami kemunduran mental-psikologis, sementara sebaliknya, apabila pilihan untuk menyempurnakan dan mengembangkan eksistensi yang kita pilih, berarti kita menyempurnakan kemanusiaan. Pilihan pertama dengan jelas akan membawa manusia kepada alienasi. Sementara pilihan kedua jelas akan membawa manusia kepada kebebasan dan keutuhan eksistensinya. Menjadi manusia berarti menjalin hubungan dengan sesama dan dunia.

Mengutif gagasan tentang kebebasan dari Erich Fromm, ada lima kebutuhan yang harus mampu dipenuhi manusia dalam melahirkan kebebasan “barunya”, yaitu: pertama, keterbukaan (hubungan); ada kenyataan bahwa manusia hidup sendiri, kenyataan itu menyebabkan manusia merasa tidak mampu hidup sendiri. Sebagai akibatnya manusia dituntut untuk mencari ikatan-ikatan baru dengan orang lain, harus merasakan perasaan hubungan dengan orang lain. Kedua, transendensi; erat hubungannya dengan hubungan manusia sesungguhnya harus melampaui peran pasif sebagai ciptaan, mengatasi sifat kebetulan dan pasifitas eksistensinya, dengan cara menjadi “pencipta”. Ketiga, keberakaran; dimana manusia harus menemukan kembali akar dirinya sebagai manusia dan ikatan alamiah yang mendasar adalah ikatan anak terhadap ibunya. Keempat, perasaan identitas; dari sinilah manusia sesungguhnya memerlukan identitas keluarga, budaya, ras sebagai rasa individualitasnya. Kelima, kerangka orientasi; manusia adalah makhluk berpikir. Pikiran manusialah yang menyebabkan manusia mampu mengembangkan suatu gambaran realitas yang objektif tentang dunia. Dengan itulah manusia mengembangkan dunianya menjadi nyata.

Kebebasan lahir dalam konteks kesadaran untuk memperoleh kebebasan diri (individu) dan menghargai kebebasan yang lain. Dalam hal ini kita bersama tentu memerlukan satu konsensus dalam bentuk aturan bersama yang ditaati dan mengikat semua orang. Dengan demikian kebebasan melahirkan apa yang disebut tanggung jawab. Tanggung jawab inilah yang akan melahirkan hak dan kewajiban manusia. Dalam Islam, hubungan kewajiban dan hak manusia merupakan masalah prinsip dan penerimaan akan prinsip ini mewarnai alam budaya dan intelektual Islam (S H Nasr, 2003).



Hak Asasi Manusia

Isu global yang sangat berpengaruh saat ini diantaranya adalah isu mengenai Hak Asasi Manusia (HAM). Menurut pemikiran Barat modern dan yang selama ini didoktrinasikan kepada masyarakat dunia secara global, terdapat beberapa hak dasar bagi manusia yang diantaranya adalah hak politik, hak untuk beragama atau tidak, hak ekonomi, hak hukum dan hak sosial. Hak politik termasuk didalamnya adalah kebebasan manusia untuk terlibat dan menentukan pilihan politiknya. Hak politik inilah yang mendorong ditumbuhkan kehidupan demokratis sebagai medium bagi pengakuan hak tersebut. Dalam kehidupan demokratis, diyakini hak politik individu akan dihargai dan akui.

Hak lainnya adalah hak untuk beragama atau tidak. Manusia sebagai makhluk yang rasional memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan untuk beragama, pindah agama ataupun tidak beragama. Hak ekonomi meliputi didalamnya adalah hak bagi setiap manusia untuk mendapatkan akses ekonomi dan kesejahteraan dalam kehidupannya. Hak hukum meliputi hak untuk sama dan setara dihadapan hukum. Hak sosial diantaranya adalah merupakan hak bagi setiap individu untuk memperoleh jaminan sosial sehingga dapat hidup dengan layak. Setiap pelanggaran yang dilakukan atas hak tersebut akan melahirkan konsekuensi untuk mempertanggungjawabkannya secara hukum bagi setiap pelanggar. Dalam banyak kasus, pelanggarnya adalah negara (baca: pemerintah) yang otoriter.

Dalam Islam, hak asasi manusia itu sudah diakui secara inhern dalam kewajiban manusia atas Tuhan dan sesamanya. Menurut Seyyed Hossein Nasr, pengertian hak apabila ditinjau dari segi kata dasarnya yaitu kata “haqq” memiliki makna luas. Paling tidak kata “haqq” meliputi makna Tuhan, Al Quran (yang juga dinamakan al-haqq), hukum, tanggung jawab manusia di hadapan Tuhan dan Hukum-Nya, dan hak-hak serta tuntutan-tuntutan manusia.

Islam semenjak awal telah menumbuhkan dan mengakui adanya hak asasi bagi setiap individu. Sebagai contoh, Islam mengajarkanbahwa tidak ada paksaan untuk beriman (beragama). Di dalam hukum Islam, setiap non-Muslim diberikan hak yang sama untuk beribadah. Dari sini pula kita menemukan bahwa dihadapan hukum, setiap individu baik muslim maupun non-muslim memiliki kedudukan setara. Selain itu, Islam mengajarkan bahwa setiap individu memiliki hak ekonomi seperti kepemilikan harta benda. Dikarenakan secara natural ada sebagian yang kekurangan secara ekonomi (faqir), dan ada yang dilebihkan secara ekonomi (aghniya), maka Islam mengajarkan pentingnya zakat, infaq dan shadaqah.



Kewajiban Manusia

Dalam Islam, kewajiban manusia itu adalah menjadi pelayan Tuhan (‘abd) (QS 51:56). Karenanya, setiap perbuatan baik dikategorikan sebagai ibadah. Demikianlah tujuan manusia diciptakan Tuhan. Meski demikian, bukan berarti manusia hanya berkewajiban secara vertikal un sich, dalam bentuk ibadah sebagaimana diajarkan oleh Agama. Sebagai makhluk individual dan sosial, manusia memiliki kewajiban atas diri dan sesamanya baik sosial maupun lingkungan alam.

Kewajiban kepada dirinya memiliki makna bahwa manusia harus dapat menjaga dirinya dari segala hal yang merusak. Karenanya, Islam menganggap perbuatan bunuh diri sebagai dosa besar. Sebagai makhluk sakral dan tidak diciptakan oleh manusia itu sendiri, manusia bertanggung jawab untuk mengusahakan agar jiwa dan tubuh terjaga kesehatan dan keselamatannya.

Sebagai makhluk sosial, manusia memiliki kewajiban atas keluarga dan masyarakat sekitarnya bahkan masyarakat global. Islam menyebutnya dengan peran kaum Muslimin sebagai rahmatan lil ‘alamin. Bukan hanya dengan sesama manusia, kita juga berkewajiban menjaga kelestarian alam. Hewan dan tumbuhan harus dijaga dan dilestarikan keberadaannya, karena mereka sama halnya dengan manusia sebagai makhluk Tuhan.

Kebebasan manusia telah melahirkan tanggung jawab atas dirinya. Sebagai khalifah, manusia harus berusaha menyeimbangkan antara hak dan pemenuhan kewajibannya. Sebagai muslim, keseluruhan bentuk hak dan kewajibannya tidak terlepas dari hubungannya sebagai hamba Tuhan. Wallaahu’alam

1 komentar:

Muhammad Fauzi Sofiyurohman mengatakan...

numpang baca biar nambah pengetahuan

Posting Komentar

Pengelola

Foto saya
Pewarta di Jawa Pos Group, staf pengajar filsafat di UIN Bandung, dan Aktivis di Muhammadiyah. Asli urang Sukabumi dan menyelesaikan studi S2 Ekonomi Syariah di Universitas Indonesia (UI) tahun 2010. Alumni Jurusan Aqidah Filsafat UIN Bandung ini yakin bahwa berbagi kasih adalah misi suci setiap agama di muka bumi. Berbagi tidak mengurangi milik kita, tapi akan menambahkannya, sebagaimana janji-Nya.